SELAMAT DATANG DI SUKUH KAMPUNGKU

Blog Kawasan Wisata di Kabupaten Karanganyar ini di buat agar makin dikenal oleh masyarakat Indonesia dan Mancanegara yang menginginkan informasi tentang Wisata di Indonesia.

Ini foto pemandangan di desa kelahiran orang tuaku yang sangat indah yang berada dikawasan wisata Candi Sukuh di lereng Gunung Lawu. Klik gambah untuk melihat foto ukuran besar.

Senin, 04 Mei 2009

Kebun Teh Kemuning Tawarkan Wisata Alam



Kebun Teh Kemuning Tawarkan Wisata Alam

''KESEJUKAN udara di Segara Gunung dengan hamparan hijau kebun teh di lereng Gunung Lawu yang membentuk piramida-piramida pohon teh patut disyukuri dan dinikmati bersama. Betapa indahnya bila kesejukan-kesejukan udara ini merasuk dalam sanubari, sehingga memberikan kesejukan dalam berpikir dan berbuat agar kita mampu memandang masa depan dengan penuh harapan.''

Demikian ungkapan Bupati Karanganyar Hj Rina Iriani SR Spd MHum, Sabtu (24/04) di Desa Kemuning Kecamatan Ngargoyoso.

''Inilah kawasan wisata baru dengan segala kelebihannya yang dibuka dan ditawarkan kepada wisatawan Nusantara dan mancanegara. Sebab, wisata agro seperti ini merupakan wisata yang sangat menarik perhatian. Di dunia ini kita sulit mendapatkan cuaca dan kondisi udara, kondisi alam yang masih asli dan belum tersentuh polusi,'' tambahnya.

Ya, bersama 1.600 orang yang berasal dari pegawai di seluruh jajaran Pemkab, anak sekolah, dan masyarakat sekitar, Bupati Rina Iriani melakukan jalan santai pagi sepanjang 3 kilometer di kawasan wisata kebun teh Kecamatan Ngargoyoso yang jalannya berkelok. Jalan santai bersama tersebut merupakan salah satu cara untuk mengenalkan kawasan wisata itu kepada masyarakat.

Pengolahan Teh

Menurut Suroto, salah satu pengelola, kawasan perkebunan the di Kecamatan Ngargoyoso seluas 437 hektare. Namun, yang menjadi lahan tanaman teh sekitar 392 hektare. Sisanya untuk pabrik pengolahan teh, pembibitan,emplasemen dan rumah dinas atau rumah tinggal.

''Sebenarnya sudah ada warga masyarakat dari luar Karanganyar yang melakukan wisata alam kebun teh di sini, namun belum banyak. Pengunjung kebanyakan rombongan satu keluarga yang hanya terdiri atass tiga sampai lima orang. Mereka melakukan perjalanan wisata pada hari tertentu saja,biasanya Jumat hingga Minggu,'' paparnya.

Mereka yang benar-benar ingin berwisata ke Kemuning, tidak hanya bias menikmati keindahan alam hamparan kebun teh dan melihat para pekerja sedang memetik teh. Para wisatawan, terutama anak sekolah, juga bisa melihat secara langsung proses pembuatan teh dari awal hingga akhir.

''Kalau yang terakhir ini harus izin dulu pada pabrik selain izin Pemkab.Lagi pula harus dilakukan pada jam kerja, ketika para pekerja sedang melakukan aktivitas,'' jelas Suroto.

Menurut Rina, kondisi alam dan budaya, serta adat istiadat daerah yang masih ada, didukung masyarakat yang masih familiar, akan mampu menarik wisatawan sebanyak mungkin untuk datang di Karanganyar.

Mereka dijamin akan krasan menginap. Di sini, para wisatawan bisa menikmati indahnya wisata kebun teh, artistiknya Candi Sukuh dan Cetho yang merupakan cermin sejarah peradaban manusia yang adi luhung.

Juga bisa menikmati keindahan Tawangmangu dengan Grojokan Sewunya serta

tempat-tempat wisata lainnya.(Langgeng Widodo-14k)

Keharuman Teh Kemuning

KESEJUKAN udara di Segaragunung menyapa begitu saya memasuki gerbang Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Kecamatan yang berada di lereng Gunung Lawu bagian utara itu memang berhawa segar. Melintas beberapa kilometer dari Gerbang Selamat Datang, sejauh mata memandang tersaji hamparan hijau kebun teh.

Bentuknya sangat mirip piramida. Sebuah pemandangan yang begitu memanjakan indera penglihatan.

Andaikan tak ada pemandangan dan hawa sejuk, adakah yang istimewa di situ? Mungkin tak ada. Kenyataannya, kedua pesona magis yang tercurah dari alam di situ telah mampu mengundang wisatawan untuk datang dan selalu dating kembali.

Hamparan hijau perkebunan teh nan subur itu bernama Kemuning. Letaknya berada di antara kawasan wisata Candi Sukuh dan Candi Cetho. Di situ, kita bisa menikmati pesiar wisata dalam bentuk tea walk atau menjelajahi perkebunan teh. Puluhan perempuan bercaping dengan tenggok di punggung memasuki perkebunan di pagi buta merupakan pemandangan yang eksotis. Lihat pula bagaimana para pemetik daun teh itu bekerja dengan penuh kesabaran dan

kecermatan. Ya, ya cermati bagaimana tangan-tangan itu lincah "menari-nari" di antara dedaunan teh ketika terik matahari mulai membakar tubuh, tenggok mereka telah penuh. Paling tidak sekitar 40 kg daun teh telah dikumpulkan setiap pekerja dan siap disetor ke pabrik.

Lelah berpetualang di perkebunan, pesiar masih bisa dilanjutkan dengan mengunjungi emplasemen PT Rumpun Sari

Kemuning (RSK), pabrik teh yang berada tak jauh dari perkebunan seluas 438 hektare itu. Yakinlah, harum daun teh yang baru dipetik dan yang lagi diolah bakal kian memanjakan indera penciuman kita.

Di tempat itu mesin-mesin tua yang tak lekang dimakan zaman masih setia menggiling pucuk-pucuk dedaunan hingga kering. Beberapa pekerja sibuk memasukkan daun teh yang telah diangin-anginkan ke dalam pengolahan yang dikerjakan dalam beberapa mesin. Suasana perkebunan dan emplasemen pabrik yang merupakan bangunan peninggalan kolonial Belanda itu serasa melayangkan angan kita ke masa lalu.

Tempat itu memang asyik buat pesiaran. Tapi banyakkah pengunjung yang datang ke situ?

"Sebenarnya sudah ada pengunjung dari luar Karanganyar yang berwisata tea walk. Sayang, belum begitu banyak jumlahnya," papar Kepala Personalia PT RSK, Agus Setiawan.

Kata dia, yang datang kebanyakan rombongan keluarga dalam jumlah yang tak banyak. Mereka juga datang pada harihari tertentu saja, khususnya akhir pekan.

Agus bercerita banyak mengenai perkebunan tempatnya bekerja. Katanya, dari luas perkebunan seluruhnya, lahan yang aktif berproduksi hanya 397 hektare. Itu menghasilkan 12 hingga 15 ton daun teh basah.

"Kami menjual daun teh ini ke beberapa pabrik teh yang sudah cukup populer di masyarakat. Paling tidak, itu memberi bukti teh dari perkebunan kami punya kualitas bagus," tandasnya.

Di perkebunan teh Kemuning, dapat pula kita jumpai bukit setinggi 1.350 meter sebagai landasan take off olah raga dirgantara Paralayang yang dibuka untuk umum pada setiap hari Sabtu dan Minggu. Selain dapat menikmati terbang tandem yang dipandu oleh instruktur nasional, kita juga dapat menikmati tea corner di kampung atlet. Teh hangat yang disajikan dalam beberapa poci jadi pelengkap pesiaran kita. Apalagi, aroma teh seduhannya sangat merangsang selera.

Rencananya kawasan wisata Kebun Teh Kemuning juga bakal dilengkapi gardu pandang. Dengan begitu, wisatawan dapat melihat hamparan teh. Pemkab Karanganyar juga akan melengkapi Desa Kemuning dengan homestay bagi pengunjung yang ingin menginap. Ini bukti, Kemuning tak semata jadi produsen daun teh, tapi juga sebuah lokawisata yang mengasyikkan dan punya fasilitas yang signifikan.

Untuk menuju tempat tersebut, kita bisa memakai angkutan umum dengan rute Karangpandan, Ngargoyoso, dan Jenawi. Kalau berkendaraan pribadi, kita juga bakal lempang-lempang saja melajukan kemudi. Pasalnya, Pemkab Karanganyar telah memperbaiki jalan raya sepanjang enam kilometer yang menghubungkan Candi Sukuh dan Candi

Cetho melalui Kemuning.

Sebelum pulang dan ingin membawa buah tangan, kita tak usah berpikir sekian kali. Mandor piket yang menjaga kawasan tersebut bakal sangat aktif menawari pengunjung sesuatu yang bisa jadi oleh-oleh. Apa? Ya, tentu saja teh.

Tapi teh oleh-oleh itu bukan teh kemasan melainkan teh curah. Maklum saja, PT RSK hanya menghasilkan teh setengah jadi yang bakal disetor ke sejumlah pabrik teh besar.

Berakhirkah perwisataan kita? Tunggu dulu. Kita bis amelanjutkan perjalanan menuju air terjun di Dusun Jumog, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso. Untuk mencapai objek wisata itu, kita bisa naik jurusan Solo ñ Karangpandan dan diteruskan dengan angkutan lokal.

Boleh dibilang, popularitas air terjun di Ngargoyoso itu kalah ketimbang Grojokan Sewu atau Balekambang. Tapi, untuk mencapai lokasinya tak sesulit kalau kita menuju kedua tempat tersebut. Kendati juga harus naik turun bukit, tapi kondisi rutenya tetap lebih ringan daripada ke Grojokan Sewu atau Balekambang. Hanya sekitar setengah jam berjalan kaki santai, kita bakal sampai.

Air terjun Ngargoyoso memiliki ketinggian sekitar 40 meter dan terletak di sebelah selatan Candi Sukuh. Air terjun itu berasal dari mata air pegunungan bernama Tuk Jublek yang berada di dekat candi Hindu itu. Sebutan lainnya, Grojokan Jumog yang memiliki keunikan berupa tetapnya debit air di situ baik di musim hujan maupun kemarau.

Menurut Teguh Mulyanto, seorang pengelola, tetapnya debit air disebabkan air yang tercurah dari ketinggian itu keluar dari mata air pegunungan dan bukan sungai.

Jika kita lelah menaiki pebukitan, ada warung-warung yang menawarkan berbagai penganan di sepanjang jalan menuju air terjun. Salah satu yang khas yakni satai kelinci. Makanan yang disajikan dengan lontong dan sambal kacang itu ditawarkan Rp 6.000 per porsinya. Nyamleng betul dinikmati bersama segelas jahe hangat untuk melawan dingin.

Yang pasti, air terjun di Ngargoyoso itu jadi alternatif tujuan wisata. Sayang, objek wisata yang pernah diprediksi bakal menyaingi popularitas Grojokan Sewu itu terlihat kumuh. Banyak warung tenda tanpa penghuni yang teronggok begitu saja. Ini jadi pekerjaan rumah bagi pengelola kalau memang berkomitmen menjadikan kawasan itu sebagai objek wisata.

Kembali....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar